JUDUL 3
STANDAR PELAPORAN DAN
PENGUNGKAPAN SERTA PENERAPAN IFRS
PENGUNGKAPAN LAPORAN
KEUANGAN
1.
IFRS
(EROPA, ASIA, AMERIKA)
IFRS adalah aturan akuntansi yang diterbitkan
oleh International Accounting Standards Board (IASB). Pengenalan IFRS bagi
perusahaan yang listed di beberapa negara di dunia merupakan salah satu
perubahan regulasi paling signifikan dalam sejarah akuntansi. IFRS merupakan
kelanjutan dari International Accounting Standards (IAS) yang sudah ada sejak
tahun 1973 dan digunakan secara luas oleh negara-negara di Eropa, Inggris dan
negara-negara persemakmuran Inggris. IAS disusun oleh International Accounting
Standards Committee (IASC). IASC mendorong badan-badan standar akuntansi lokal
untuk melakukan harmonisasi standar akuntansi lokal dengan standar akuntansi,
peraturan dan prosedur yang berlaku secara internasional. IFRS adalah
seperangkat aturan yang seragam yang secara teori diaplikasikan dengan cara
yang sama terhadap semua perusahaan publik di pasar modal atau negara yang
mengadopsi standar ini. IFRS adalah standar`pelaporan berbasis prinsip
(principles-based reporting standards) yang mencoba mencakup rentang kondisi
ekonomi, transaksi, peristiwa atau aktivitas yang luas. Perbedaan nasional
dalam pengungkapan secara umum dipengaruhi dan didorong oleh tata kelola
perusahaan dan keuangan. Di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris
dan negara-negara Anglo Amerika lainnya, sumber pendanaan terbesar mereka lebih
banyak disediakan oleh pasar ekuitas.
Negara-negara yang melakukan konvergensi
IFRS secara bertahap, diantaranya: Negara di Benua Afrika: Bostwana, Egypt, Ghana,
Kenya, Malawi, Mauritius, Mozambique, Namibia, South Africa, Tanzania
Negara di Benua Amerika: Bahamas,
Barbados, Brazil (2010), Canada (2011), Chile (2009), CostaRica, Dominican
Republic, Ecuador, Guatemala, Guyana, Ha iti, Honduras, Jamaica, Nicaragua, Panama,
Peru, Trinidad dan Tobago, Uruguay, Venezuela, United States (2008)
Negara di Asia: Armenia, Bahrain,
Bangladesh, Georgia, Hongkong, India (2011), Israel, Jordan, Kazakhstan,
Kuwait, Kyrgystan, Lebanon, Nepal, Oman, Philippine, Qatar, Singapore, South Korea
(2011), Sri Lanka (2011), Tajikistan, United Arab Emirates, China, Japan
Negara di Benua Eropa: Austria, Belarus,
Belgium, Germany, Greece, Hungary, Iceland, Bosnia dan Herzegovina, Bulgaria,
Croatio, Cyprus, Czech Republic, Denmark, Estonia, Finland, France,Ireland,
Italy, Latvia, Liechtenstein, Lithuania, Luxembourg, Macedonia, Malta, Montenegro,
Netherlands, Norway, Poland, Portugal, Romania, Russia, Serbia, Slovakia, Slovenia,
Spain, Sweden, Turkey, Ukraine, United Kingdom, Azerbaijan,Estonia,Moldova, Tajikistan,
Turkmenistan,Uzbekistan
Negara di Oceania: Australia, Fiji, New
Zealand, Papua New Guinea
Berkembangnya pasar ekuitas ini
menyebabkan kepemilikan perusahaan cenderung tersebar luas di antara banyak
pemegang saham. Akibatnya, perlindungan terhadap investor menjadi sangat
penting dan membuka praktek pengungkapan yang luas dan atas kesadaran sendiri.
Sementara di negara-negara lain dengan sistem hukum “code law” seperti Prancis
dan Jepang serta beberapa negara pasar yang berkembang, kepemilikan saham masih
sangat terkonsentrasi pada pemilik keluarga dan bank sehingga pengungkapan
kepada public cenderung sedikit dan konservatif. Pengungkapan pada perusahaan
itu sendiri dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu (choi, 2005):
a) Pengungkapan
Sukarela Manajer pada dasarny amemiliki dorongan untuk mengungkapkan informasi mengnai
kinerja perusahaan saat ini dan saat mendatang secara sukarela karena beberapa hal
yang antara lain adalah:
·
biaya transaksi surat berharga
yang lebih rendah,
·
Meningkatnya minat
investor dananalis, likuiditas saham meningkat dan biayamodal yang rendah.
·
Tingginya tuntutan para
investor atas informasi yang lebihdetail mendorong meningkatnya pengungkapan sukarela
baik di Negara maju dan berkembang. Namun bukti-bukti menunjukkan bahwa manajer
cenderung menunda pengungkapan beritayang negatif. Aturan akuntansi dapat mengurangi
praktek pelaporan dan pengungkapan yang tidak mewakili kepentingan pemegangsaham.
b) PengungkapanWajib.
Pengungkapan wajib sebagian besar adalah ketetapan dari badan regulator pemerintah
dan bursa efek. Mereka umumnya mengharuskan perusahaan perusahaan asing yang
mencatatkan saham untuk memberi informasi keuangan dan informasi non keuangan
yang sama dengan yang diharuskan kepada perusahaan domestik. Setiap informasi
yang diumumkan tebuka untuk calon dan para pemegang saham. Namun demikian,
kebanyakan negara tidak mengawasi atau menegakkan pelaksanaan ketentuan
”kesesuaian pengungkapan antar wilayah (yuridiksi). Perlindungan terhadap
pemegang saham berbeda antara satu negara dengan negara lain. Negara-negara
Anglo Amerika seperti Kanada, Inggris, dan Amerika Serikat memberikan
perlindungan kepada pemegang saham yang ditegakkan secara luas dan ketat.
Sebaliknya, perlindungan kepada para pemegang saham kurang mendapat perhatian
di beberapa negara lain seperti Cina yang melarang insider trading tetapi penegakan
hukumnya lemah.
IFRS dan pengungkapan keuangan
Beberapa
kasus kecurangan telah menimpa perusahaan belakangan ini. Kasus terbesar yang
cukup mengguncang adalah kasus enron dan worldcom. Hal ini mendorong perubahan
dalam manajemen resiko perusahaan. Untuk itu sangat dibutuhkan transparansi dan
pengungkapan informasi yang relevan oleh perusahaan. Badan Standar
Internasional Akuntansi telah mengatur hal tersebut dalam IAS 30 mengenai
pengungkapan di lembaga bank dan yang sejenis dan IAS 32 tentang pengungkapan
keuangan secara umum. Selanjutnya aturan ini direvisi dalam aturan IFRS 7 tahun
2007 dan direvisi kembali dalam IFRS 9 ditahun 2013 (IASPlus, 2013).
Tujuan
dibentuknya peraturan ini adalah untuk menyediakan informasi kepada pengguna
yang berguna dalam menjalankan manajemen resiko. Perbedaan mendasar atiran IFRS
dengan aturan sebelumnya adalah dalam hal pengembangan pengungkapan kualitatif
tentang proses dan pengungkapan resiko kuantitatif berdasarkan informasi
personel manajemen kunci mengenai bagaimana mereka mengelola resiko
(McDonnel,2007).
Hal
ini menunjukkan keseriusan IFRS mendorong tingginya pengungkapan pada standar
yang dibuat. Bukti empiris lain oleh Cairns ( 1999) , Street dan Gray ( 2001) ,
dan Burgstahleret al . (2006)) menunjukkan bahwa adopsi standar akuntansi
berkualitas tinggi tidakotomatis berarti pelaporan keuangan berkualitas tinggi.
Banyak
penelitian lebih difokuskan ke Negara eropa yang relatif maju (misCallao et
al.2007) da nada juga yang membahas dampak adopsi IFRS dalam konteks Malaysia, ekonomi
berkembang (Ismail et al. (2010)). Mereka menemukan bahwa adopsi IFRS, di Malaysia, membawa perbaikan kualitas
keterbukaan dalam hal akrual, nilaia solut lebih rendah dan nilai relevansi
pendapatanyang lebih tinggi. Bukti ini menunjukkan bahwa standar akuntansi
berkualitas berdampak positif pada hasil akuntansinya, bahkan di negara berkembang .Namun ada juga bukti
bahwa akuntansi berkualitas tinggi dituntut untuk tujuan kontrak bahkan di
negara berkembang. Sebagai contoh, McGee dan Preobragenskaya (2006) yang
mencatat keberadaan laporan keuangan yang disusun menggunakan IFRS adalah salah
satu syarat wajib untuk perusahaan-perusahaan Rusia yang ingin meminjam dari bank-bank Barat. Bukti
laindicatatoleh Chen et al. (2010), yang menemukan bahwa kualitas pelaporan
keuangan
Mengurangi
inefisiensi investasi di negara
berkembang. Bova et al. (2011) mencatat dalam penelitiannya tentang kondisi
adopsi IFRS di Kenya, Negara berkembang dengan penegakan hukum
yang Rendah dan tidak se ekonomis Malaysia.
Ada beberapahal yang ditemukanya itu bahwa kepatuhan IFRS lebih besar
padaperusahaan public dari pada perusahaan-perusahaan swasta sehingga mencerminkan
baik insentif pelaporan maupun kemampuan perusahaan publik lebih baik
dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan swasta dalam rangka mematuhi IFRS .
Kemudian ditemukan pula bahwa kepatuhan IFRS
lebih besar pada perusahaan dengan kepemilikan asing yang juga besar sehingga mengindikasikan
adanya permintaan pelaporan berkualitas yang lebih tinggi oleh investor dengan kemampuan
dana memenuhi biaya informasi dari pada rekan-rekan domestik mereka.Hasil ini menunjukkan
bukti bahwa kepatuhan IFRS meningkatkan informasi lingkungan perusahaan dan berhubungan
positif dengan omset saham yang lebih besar bahkan di negara-negara dengan penegakan
hukum yang rendah, asalkan perusahaan memiliki insentif ekonomi untuk mencapai
tingkat kepatuhanyang lebih tinggi.
Penelitian
lain di eropa tepatnya di Italia
(Devalle, et al.,2013) menunjukkan bahwa faktor utama yang mempengaruhi pengungkapan
informasi wajib terkait dengan penerapan IFRS adalah lebih kepada kapitalisasi pasar,
tingkat leverage dan pendapatan. Hal Ini menunjuk kan bahwa di Negara eropa pun pengungkapan sangat terkait
dengan insentif ekonomi dan biaya yang Ditimbulkan dari kepatuhan terhadap
IFRS.Jika dikaitkan dengan tata kelola perusahaan Terhadap tingkat pengungkapan
IFRS sebagai indikasi kepatuhan (alanezi, et al. 2010) di kuwait ditemukan bahwakepatuhan
danpengungkapan IFRS yang tinggi terjadi
pada perusahaan dengan tatakelola yang baik dengan adanya komite audit.
Penelitian lain di Inggris (Iatrdis, 2011) menunjukkan bahwa perusahaand engan
kemampuan pembiayaan yang kuat akan cenderung untuk memberikan pengungkapan
sukarela sesuai IFRS. Namun pengeluaran tersebut sebanding dengan hasil yang diperoleh
karena pelaku pengungkapan sukarela menampilkan perubahan positif dan lebih
besar dalam hal ekuitas dan pendapatan dibanding standar local. Selain itukarena
Pengungkapan dalam IFRS berorientasi informasi untuk kebutuhan pelaku pasar (
Barth et al , 2008; . Lang et al , 2006; . Van Tendeloo dan Vanstraelen , 2005; Hung dan Subramanyam ,
2007)
perusahaan
akan memberikan informasi IFRS untuk mengurangi ketidakpastian dan memberikan
jaminan kepada investor dalam dan luar negeri tentang kualitas pelaporan
keuangan mereka sehingga pelaku memiliki eksposur internasional yang
signifikan,dan cenderung diaudit oleh auditor besar . Selain itu, perubahan
dalam manajemen perusahaan juga mendorong perusahaan-perusahaan untuk
memberikan pengungkapan sukarela . Penelitian ini juga menunjukkan bahwa pengungkapa
nsukarela IFRS lebih besar dan terlihat di pasar dan menampilkan potensi
pertumbuhan yang signifikan danmenunjukkan bahwa pemberian sukarela pengungkapan
IFRS mengarah ke lebih banyak nilai ukuran akuntansi yang relevan. Studi ini
jugamenjelaskan perilaku manajerial sehubungan dengan pilihan manajerial untuk mengungkapkan
informasi akuntansi sukarela yang menunjukkan bahwa perusahaan akan cenderung
memberikan pengungkapansukarela (IFRS) ketika manajerial
diuntungkanmisalnyadengananggapanbahwamereka terbiasa dengan perubahan
peraturan yang akan datang dan siap untuk menerapkannya sehinggameningkatkankredibilitas
keuangan. Pengungkapan sukarela juga akan memotivasi manajer untuk fokus pada
daerah bermasalah dan meningkatkan posisi keuangan mereka. Hal ini akan
cenderung lebih intensif di negara-negara dengan mekanisme perlindungan
investor yang kuat di mana permintaan untukpengungkapan publik lebih kuat.
Salah
satu negara di Eropa yang telah melakukan
adopsi IFRS adalah Jerman. Penelitian dilakukan oleh Gassen dan Sellhorn
(2006) dengan tiga tujuan: pertama, menganalisis determinan dari penerapan IFRS
secara sukarela (voluntary) oleh perusahaan terbuka di Jerman pada periode
1998-2004, ditemukan bahwa ukuran perusahaan, keterbukaan internasional,
ketersebaran kepemilikan, dan IPO terakhir adalah faktor penentu yang penting.
Kedua, menggunakan determinan-determinan tersebut, ditemukan adanya perbedaan
signifikan pada kualitas akuntansi: perusahaan yang mengadopsi IFRS memiliki
laba atau earnings yang lebih tetap/persisten, kurang dapat diprediksi, dan
lebih konservatif secara kondisional. Ketiga, menganalisis perbedaan asimetri
informasi antara perusahaan yang mengadopsi IFRS dengan perusahaan yang
menggunakan German GAAP, dan ditemukan bahwa perusahaan yang mengadopsi IFRS
mengalami penurunan dalam persebaran penawaran. Di sisi lain, perusahaan
pengadopsi IFRS cenderung memiliki harga saham yang volatile.
Di negara yang dinilai cukup stabil
perekonomiannya meskipun dunia sedang dilanda krisis global seperti Australia, telah diteliti
pengaruh dari mandatory IFRS terhadap kualitas akuntansi, dan ditemukan bahwa
The mandatory adoption dari IFRS di
Australia menghasilkan kualitas akuntansi yang lebih baik. Asumsi yang
dibangun dalam penelitian ini adalah Australia negara stabil, tidak terpengaruh
krisis ekonomi global, sehingga hasil penelitian dapat menghasilkan kesimpulan
yang valid tanpa ada pengaruh dari krisis global. Penelitian yang bersampel
perusahaan-perusahaan di Australia membandingkan kualitas akuntansi pada saat
sebelum mengadopsi IFRS dan setelah mengadopsi IFRS, dan hasilnya diketahui
bahwa ternyata kualitas akuntansi lebih tinggi ketika perusahaan mengadopsi
IFRS, yang dalam hal ini bersifat mandatory (Elias, 2012).
Sebanyak
654 perusahaan di China diteliti oleh Hong
(2008), di masa yang lalu masih menggunakan Chinese GAAP kemudian bertransisi
ke IFRS. Penelitian ini menghitung nilai absolut dari discretionary accrual
untuk mengukur earnings management yang mencerminkan kualitas laporan keuangan.
Di pasar China, laporan keuangan yang mengindikasikan “bad news” lebih
informatif ketika disajikan dalam IFRS yang principles based. Dari sini
didapatkan informasi bahwa penyajian laporan keuangan menggunakan IFRS membuat
informasi perusahaan menjadi lebih berguna. Penelitian lain yang dilakukan oleh
Wang (2012) di negara yang sama, justru memberikan bukti yang lemah bahwa IFRS
memiliki pengaruh signifikan terhadap kualitas akuntansi. Dengan
mengimplementasikan IFRS, earnings management menjadi lebih rendah daripada
saat China mengimplementasikan Chinese GAAP, tetapi penelitian ini belum
memberikan bukti yang cukup untuk mencapai kesimpulan bahwa IFRS memberikan
dampak menurunnya earnings management. Dampak
diimplementasikannya IFRS terhadap menurunnya earnings management di negara
yang sedang mengembangkan perekonomiannya mungkin tidak dapat ditelusuri secara
langsung ketika berbicara tentang stabilitas perekonomian dan politiknya.
Negara-negara Eropa dan Australia adalah contoh negara-negara dengan
perekonomian dan politik yang cukup stabil dan dampak dari pengadopsian IFRS
mungkin tidak dipengaruhi oleh situasi yang ada di negara tersebut. Hal ini
bisa berbeda dengan hasil penelitian tentang adopsi IFRS di negara-negara
berkembang, misalnya di India.
Sebuah
penelitian dilakukan oleh Rudra dan Bhattacharjee (2012). Menurut Rudra dan
Bhattacharjee (2012), India adalah salah satu negara dengan tingkat earnings
management tertinggi di dunia. India
yang juga sebagai emerging market, memberikan peluang untuk menguji apakah
adopsi standar internasional berhubungan dengan earnings management yang lebih
rendah. Meskipun demikian, penelitian ini menghasilkan kesimpulan yang berbeda
dari penelitian-penelitian sebelumnya karena ternyata di negara berkembang
dimana standar internasional dihadapi, cenderung lebih “mulus” dalam laba jika
dibandingkan dengan perusahaan yang tidak mengadopsi IFRS. Kesimpulan ini tentu
berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, yaitu bahwa IFRS dapat
meningkatkan kualitas laporan. Temuan ini dapat memberikan saran pada regulator
untuk berpikir tentang efektivitas IFRS dalam mengurangi opportunistic earnings
management di negara dengan ekonomi berkembang, seperti India khususnya, ketika
standar akuntansi di India mengalami perubahan substansial dengan konvergensi
IFRS secara bertahap.
Meskipun
hasil-hasil penelitian membuktikan bahwa adopsi IFRS berdampak positif terhadap
kualitas pelaporan keuangan, apakah selalu demikian? Sebuah penelitian
dilakukan oleh Djatec, et.al (2010) pada 15
negara di Asia Pasifik dimana 7 di antaranya merupakan negara yang
dikarakteristikkan sebagai infrastruktur institusional yang market supportive
(Australia, India, Jepang, Hong Kong, Malaysia, Singapura, dan Taiwan),
sementara 8 lainnya merupakan negara dengan institusi non-market supportive
infrastructure (China, Indonesia, Korea, Selandia Baru, Pakistan, Filipina, Sri
Lanka, dan Thailand). Menggunakan hipotesis nol, pengujian dilakukan dengan
one-tailed test untuk menguji apakah terdapat perbedaan dalam kualitas
informasi publik dan privat di antara negara yang memiliki dukungan yang tinggi
ataupun rendah pada pasar saham. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa
kualitas dari private information lebih tinggi daripada negara non-market
supportive, dan kualitas informasi publik (umum) lebih tinggi untuk market supportive
infrastructure. Dengan kata lain, jika kita mengkontekskan IFRS pada pelaporan
akuntansi yang di-release di pasar saham dan informasinya dapat digunakan
secara luas oleh pihak yang berkepentingan, IFRS lebih memberikan manfaat pada
negara yang memiliki infrastruktur institusional yang mendukung pasar daripada
negara yang infrastrukturnya tidak mendukung pasar (Sanikantantri, 2013)
2.
STANDAR
PELAPORAN DAN PENGUNGKAPAN
Perkembangan
sistem pengungkapan berkaitan erat
dengan perkembangan sistem akuntansi. Standar praktik pengungkapan dipengaruhi
oleh sumber-sumber keuangan , hukum, politik ekonomi dan budaya. Pada umumnya perbedaan nasional dalam
pengugkapan didorong oleh perbedaan dalam tata kelola perusahaan dan keuangan. Perbedaan
nasional dalam pengungkapan umumnya didorong oleh perbedaan dalam tata kelola
perusahaa dan keuangan. Di Amerika, Inggris dan pasar ekuitas menyediakan
pendanaan yang dibutuhkan perusahaan sehingga menjadi sangat maju (pengungkapan
maju) sedangkan pada negara Prancis, jepang dan beberapa negara berkembang
kepemilikan saham masih tetap sangat terkonsentrasi dan bank ( pemilik keluarga
) secara tradisional menjadi sumber utama pembiayaan perusahaan.
Pengungkapan sukarela adalah
pengungkapan yang dilakukan dengan sukarela oleh perusahaan tanpa dhauskan oleh lembaga yang berwenang.
Laporan ini berisi panduang mengenai bagaimana perusahaan dapat menggambarkan
dan menjelaskan potensi investasinya kepada para investor.
Masalah onvestor diseluruh dunia menu
tut informasi yang detail dan berkala ada 2 masalah yaitu :
1. Akan
tetapi laporan keuanga bisa cacat untuk berkomunikasi ketika insentif manajer
tidak sebanding dengan bunga pemegang saham.
2. Bukti
kuat mengidentifikasi bahwa manajer perusahaan memiliki insentif yang besar
untuk menunda pengungkapan berita buruk mengatur lapora n keuangan mereka untuk
kesan perusahaan yang lebih positif.
Melindung investor maka dibuat sejumlah
regulasi yaitu :
1. Aturan
akuntansi
2. Aturan
pengungkapan dan
3. Pengesahan
oleh pihak ketiga ( seperti auditing )
Perlindungan terhadap pemegang
saham berbeda antara satu negara dengan
negara lain, negara-negara Anglo Amerika seperti kanada, inggris dan amerika
serikat memberiakn perlindungan kepada pemegang saham yang ditegakan secara
luas dan ketat. Sebaliknya, perlindungan kepada para pemegang saham kurang
mendapat perhatian di beberapa negara lain seperti cina, contohnya yang
melarang insider trading (perdagangan yang melibatkan kalangan dalam) sedangkan
penegakan hukum yang lemah membuat pergerakan aturan ini hampir tidak ada.
Kebutuhan pengaturan pengungkapan adalah untuk
melindungi investor, sebagian besar bursa sekuritas menentukan laporan dan
kebutuhan pada perusaahaa domestik dan asing yang mencari akses untuk pasar
mereka. Pengungkapan yang menyeluruh dapat dipercaya akan meningkatkan
kepercayaan investor, dimana akan melibatkan likuiditas, mengurangi biaya
transaksi, dan meningkatkan kualitas pasar keseluruhan.
Praktik pelaporan dan pengungkapan keuangan, aturan pengungkapan sangat berbeda
diseluruh negaradalam beberapahal seperti arus kas, dan perubahan ekuitas,
transaksi pihak terkait, pelapoan segmen, nilai wajar aktiva dan kewajiban
keuangan dan laba persaham lalu dipusatkan pada :
a) Pengungkapan
informasi yang melihat kemasa depan (progresif) adalah pertimbangan tinggi yang
relevan didalam kesetaraan pasar dunia.
b) Pengungkapan
segmen
c) Laporan
arus kas dan arus dana
d) Pengungkapan
taggung jawab sosial pengungkapan khusus bagi para pengguna laporan keuangan
non domesti atas dasar akuntansi yang digunakan
Referensi :
Fitriasuri. Efejtifitas Peningkatan “Finansial Disclousure”
Melalui Penerapan IFRS.Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Bina
Darma diakses pada 28 Maret 2016, 14.00 WIB
Sodikin Manaf. 2013. Momentum Penerapan
Standar Pelaporan Keuangan Internasional
diakses pada 28 Maret 2016, 14.10 WIB
Dharma Ekonomi – STIE Dharmaputra No. 37
/ Th XX / April 2013 *Makalah disampaikan pada Seminar dalam rangka Dies
Natalis Ke 14 Akademi Akuntansi Effendi Harahap tanggal 11 April 2013 MOMENTUM
PENERAPAN STANDAR PELAPORAN KEUANGAN diakses pada 28 Maret 2016, 14.40 WIB
Sayu
Nanda. Pelaporan dan Pengungkapan Akuntansi Internasional.Surakarta
diakses pada 28 Maret 2016, 15.00 WIB
F. Marta.Claudia. Pelaporan dan
Pengungkapan Akuntansi Internasional (http://www.academia.edu/9037136/Pelaporan_dan_Pengungkapan_Akuntansi_Internasional)
diakses pada 28 Maret 2016, 15.50 WIB
Tulisan ini untuk memenuhi tugas
softskill Mata Kuliah Akuntansi Internasional
Dosen :
Jessica Barus, SE.,MMSI.
Nama :
I. Andani
UNIVERSITAS GUNADARMA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar