Triwulan Satu, Penerimaan Negara Capai Rp 253,9 T
Gedung Kantor Pusat Direktorat
Jenderal Pajak, Jakarta. TEMPO/Dinul Mubarok
Topik
TEMPO.CO, Jakarta
- Pemerintah mencatat realisasi
penerimaan negara selama
tiga bulan pertama tahun ini telah mencapai Rp 253,9 triliun. “Atau sebesar
16,6 persen dari pagu sebesar Rp 1.525,2 triliun,” seperti dikutip dari siaran
pers Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan, Rabu, 10 April
2013.
Penerimaan negara itu terdiri atas penerimaan perpajakan sebesar Rp 220,5 triliun dan penerimaan negara bukan pajak sebesar Rp 33,3 triliun. Jika dirinci penerimaan perpajakan tersebut terbagi atas pajak dalam negeri sebesar Rp 210,3 triliun dan pajak perdagangan internasional sebesar Rp 10,2 triliun.
Adapun realisasi belanja negara tercatat sebesar Rp 271,9 triliun atau mencapai 16,2 persen dari pagu sebesar Rp 1.683 triliun. Meski begitu, neraca APBN tetap tercatat surplus karena defisit anggaran dikompensasi dari pencapaian pembiayaan sebesar Rp 36,3 triliun.
Dari data yang dipaparkan, pendorong pengeluaran anggaran belanja masih berasal dari belanja pegawai dan pembayaran utang pemerintah. Realisasi pos tersebut masing-masing, yakni Rp 50,9 triliun atau 21,1 persen dari pagu sebesar Rp 241,6 triliun dan Rp 26,5 triliun atau 23,4 persen dari pagu sebesar Rp 112,2 triliun.
Sedangkan realisasi subsidi energi sebesar Rp 23,5 triliun atau 8,6 persen dari pagu sebesar Rp 274,7 triliun. Realisasi tersebut terdiri atas realisasi subsidi BBM sebesar Rp 3,5 triliun atau 1,8 persen dari pagu Rp 193,8 triliun dan realisasi listrik sebesar Rp 20,07 triliun atau 24,7 persen dari pagu Rp 80,9 triliun.
Kemarin Menteri Keuangan Agus Martowardojo menyatakan fiskal masih baik. "Fiskal memang masih baik, tapi kalau didiamkan, kuartal 3 dan 4 akan ada tekanan," ujarnya.
Hanya saja, Agus menyatakan dampak dari tekanan krisis global masih akan terasa pada sisi penerimaan. "Sehingga harus ada penyeimbang yakni menjaga dan mengendalikan subsidi energi agar fiskal tetap sehat," katanya.
Penerimaan negara itu terdiri atas penerimaan perpajakan sebesar Rp 220,5 triliun dan penerimaan negara bukan pajak sebesar Rp 33,3 triliun. Jika dirinci penerimaan perpajakan tersebut terbagi atas pajak dalam negeri sebesar Rp 210,3 triliun dan pajak perdagangan internasional sebesar Rp 10,2 triliun.
Adapun realisasi belanja negara tercatat sebesar Rp 271,9 triliun atau mencapai 16,2 persen dari pagu sebesar Rp 1.683 triliun. Meski begitu, neraca APBN tetap tercatat surplus karena defisit anggaran dikompensasi dari pencapaian pembiayaan sebesar Rp 36,3 triliun.
Dari data yang dipaparkan, pendorong pengeluaran anggaran belanja masih berasal dari belanja pegawai dan pembayaran utang pemerintah. Realisasi pos tersebut masing-masing, yakni Rp 50,9 triliun atau 21,1 persen dari pagu sebesar Rp 241,6 triliun dan Rp 26,5 triliun atau 23,4 persen dari pagu sebesar Rp 112,2 triliun.
Sedangkan realisasi subsidi energi sebesar Rp 23,5 triliun atau 8,6 persen dari pagu sebesar Rp 274,7 triliun. Realisasi tersebut terdiri atas realisasi subsidi BBM sebesar Rp 3,5 triliun atau 1,8 persen dari pagu Rp 193,8 triliun dan realisasi listrik sebesar Rp 20,07 triliun atau 24,7 persen dari pagu Rp 80,9 triliun.
Kemarin Menteri Keuangan Agus Martowardojo menyatakan fiskal masih baik. "Fiskal memang masih baik, tapi kalau didiamkan, kuartal 3 dan 4 akan ada tekanan," ujarnya.
Hanya saja, Agus menyatakan dampak dari tekanan krisis global masih akan terasa pada sisi penerimaan. "Sehingga harus ada penyeimbang yakni menjaga dan mengendalikan subsidi energi agar fiskal tetap sehat," katanya.
Komentar-komentar :
1
1. Ika andani ( 23212571 )
Realisasi penerimaan negara dapat dirincikan
kedalam penerimaan perpajakan, penerimaan bukan pajak lalu di rinci sebagai
pajak dalam negri dan pajak perdagangan internasional.lalu dana uang yang telah
didapatkan dalam waktu tiga bulan tersebut dikeluarkan lumayan besar untuk
pengeluaran anggaran belanja yang masih berasal dari belanja pegawai dan
pembayaran utang pemerintah. Serta un tuk realisasi subsidi dan realisasi BBM dan realisasi listrik. Jika menurut Mentri
keuangan Agus Martowardojo, fiskal masih baik, memang baik tetap jika didiamkan
kuartal 3 dan 4 akan ada tekanan. Sdang kebijakan fiskal sendiri itu adalah kebijakan
pemerintah yang ditujukan untuk mempengaruhi jalan atau proses kehidupan
ekonomi masyarakat melalui anggaran belanja Negara atau APBN.
perubahan-perubahan pada belanja atau penerimaan pajak pemerintahan pusat yang
dimaksudkan untuk mencapai penggunaan tenaga kerja-penuh, stabilitas harga, dan
laju pertumbuhan ekonomi yang pantas. Serta dampak dari tekanan global masih
akan terasa pada sisi penerimaan sehingga harus ada penyeimbang yakni menjaga
dan mengendalikan subsidi agar fiskal tetap sehat. Dan neraca APBN tetap
tercatat surplus karena devisit. Surplus adalah penerimaan yang melebihi
pengeluaran dan defisit adalah pengeluaran lebih banyak dari penerimaan.
2.
Irma
Selvyani
( 28212140 )
Realisasi penerimaan negara selama
tiga bulan pertama tahun ini telah mencapai Rp 253,9 T atau sebesar 16,6 persen
dari pagu sebesar Rp 1.525,2 T. meski begitu, neraca APBN tetap tercatat
surplus karena deficit anggaran dikompensasi dari pencapaian pembiayaan sebesar
Rp 36,3 T. Keadaan ini membuktikan bahwa perekonomian Indonesia masih dalam
fiscal yang baik seperti yang dinyatakan oleh Menteri Keuangan Agus
Martowardojo. Namun, apabila
keadaan ini didiamkan kemungkinan pada kuartal 3 dan 4 akan mengalami tekanan yang berdampak
dari tekanan krisis global yang masih akan terasa pada sisi penerimaan.
Sehingga pada keadaan ini harus ada penyeimbang yaitu dengan menjaga dan
mengendalikan subsidi energi agar fiskal tetap sehat dan baik.
3.
Liberti ( 24212192 )
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN), adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia
yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi
daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran
negara selama satu tahun anggaran (1 Januari - 31 Desember). APBN, perubahan
APBN, dan pertanggungjawaban APBN setiap tahun ditetapkan dengan Undang-Undang.
Penerimaan APBN diperoleh dari berbagai sumber yaitu Penerimaan pajak yang
meliputi Pajak Penghasilan (PPh). Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pajak Bumi dan
Bangunan(PBB). Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) &
Cukai.Pajak lainnya seperti Pajak Perdagangan (bea masuk dan pajak/pungutan
ekspor).Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) meliputi Penerimaan dari sumber
daya alam. Setoran laba Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Penerimaan bukan pajak
lainnya. Serta menurut Menteri Keuangan
Agus Martowardojo menyatakan fiskal masih baik. "Fiskal memang masih baik,
tapi kalau didiamkan, kuartal 3 dan 4 akan ada tekanan. Dan menurt agus
kemungkinan memang akan terjadi dampak dari tekanan krisis global masih akan
terasa dari segi penerimaan, sehigga akan ada pemyeimbang untuk menjaga dan
mengendalikan subsidi energi agar fiskal tetap sehat.
Sejatinya,
visi atau kehendak pemimpin dalam membangun bangsa akan tercermin pada arah dan
tujuan APBN. Sebab, melalui APBN-lah pemimpin bisa merealisasikan konsep-konsep
pembangunan yang dicanangkannya, merealisasikan janji-janjinya, serta
menunjukan kepedulian kepada kelompok-kelompok warga yang berkekurangan atau
miskin. Singkat kata, APBN adalah mesin ekonomi yang mestinya dikendalikan
seorang pemimpin untuk mencapai kemajuan bangsa, setahap demi setahap.
Oleh
Karena itu, pemimpin harus terlibat dan mencermati betul proses perencanaan dan
perumusan APBN. Dia harus yakin betul bahwa visinya membangun negara dan
rakyat dipahami dan dipatuhi secara konsisten oleh para pembantunya, baik di
tingkat maupun di tingkat daerah. Pemahaman dan Kepatuhan yang konsisten itu
harus tercermin dari program dan rencana proyek setiap kementerian dan daerah
yang tertuang dalam APBN. Artinya,
jika pemimpin berkehendak kuat mengurangi jumlah warga miskin, kehendak itu
harus tercermin dalam APBN. Lewat APBN pula rakyat bisa membaca ambisi pemimpin
membangun dan melengkapi infrastruktur di berbagai daerah; membangun pelabuhan,
Bandar udara, rel kereta api (KA) hingga jalan dan irigasi. Apakah pemimpin
bersungguh-sungguh memenuhi dan melindungi kebutuhan pokok rakyat pun bisa
dibaca dari format APBN. Akan
sangat merepotkan jika pemimpin pasif dan nrimo dalam perencanaan dan perumusan
APBN. Kalau pasif. Berarti dia dalam posisi tidak mengendalikan arah dan tujuan
APBN. Visinya membangun negara dan rakyat belum tentu terakomodasi dalam APBN.
Padahal, prioritas peruntukan atau pemanfaatan kekuatan APBN butuh arahan dan
keputusan seorang pemimpin. Kalau arah dan tujuan APBN di luar kendali
pemimpin, para pembantunya akan merencanakan dan merumuskan APBN sesuka hati.
Risikonya, pemimpin akan kecolongan. Rendahnya
pengelolaan anggaran di sejumlah daerah terbilang sangat memprihatinkan. Sebuah
kajian menyebutkan bahwa tidak kurang dari 302 daerah berani mengalokasikan 50
persen APBD-nya untuk belanja pegawai. Postur anggaran seperti itu bukan hanya
tidak efisien, melainkan sangat tidak sehat. Bahkan tidak berkeadilan. Pihak
yang patut dipersalahkan tidak hanya penerima atau pelaksana anggaran,
melainkan juga mereka yang menyetujui dan meloloskan postur anggaran seperti
itu. Pada akhirnya, yang patut juga untuk dipersoalkan adalah politik anggaran
pemerintah. Sebab, yang terlihat adalah APBN yang lebih memrioritaskan
pelayanan kepada birokrasi. Sementara perhatian terhadap kepentingan rakyat
sangat minim. Maka dari itu pemerintah haruslah bijak dalam merealisasikan
belanja negara dan menjaga agar realisasi penerimaan negara terus
meningkat. Selain itu dampak dari krisis global harus di kendalikan agar
mencegah terjadinya defisit negara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar