Rabu, 01 Mei 2013

PREKONOMIAN INDONESIA MINGGU KE EMPAT

KELOMPOK 5




Triwulan Satu, Penerimaan Negara Capai Rp 253,9 T



Gedung Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta. TEMPO/Dinul Mubarok

Topik
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah mencatat realisasi penerimaan negara selama tiga bulan pertama tahun ini telah mencapai Rp 253,9 triliun. “Atau sebesar 16,6 persen dari pagu sebesar Rp 1.525,2 triliun,” seperti dikutip dari siaran pers Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan, Rabu, 10 April 2013.

Penerimaan negara itu terdiri atas penerimaan perpajakan sebesar Rp 220,5 triliun dan
penerimaan negara bukan pajak sebesar Rp 33,3 triliun. Jika dirinci penerimaan perpajakan tersebut terbagi atas pajak dalam negeri sebesar Rp 210,3 triliun dan pajak perdagangan internasional sebesar Rp 10,2 triliun.

Adapun realisasi belanja negara tercatat sebesar Rp 271,9 triliun atau mencapai 16,2 persen dari pagu sebesar Rp 1.683 triliun. Meski begitu, neraca APBN tetap tercatat surplus karena defisit anggaran dikompensasi dari pencapaian pembiayaan sebesar Rp 36,3 triliun.

Dari data yang dipaparkan, pendorong pengeluaran anggaran belanja masih berasal dari belanja pegawai dan pembayaran utang pemerintah. Realisasi pos tersebut masing-masing, yakni Rp 50,9 triliun atau 21,1 persen dari pagu sebesar Rp 241,6 triliun dan Rp 26,5 triliun atau 23,4 persen dari pagu sebesar Rp 112,2 triliun.

Sedangkan realisasi subsidi energi sebesar Rp 23,5 triliun atau 8,6 persen dari pagu sebesar Rp 274,7 triliun. Realisasi tersebut terdiri atas realisasi subsidi BBM sebesar Rp 3,5 triliun atau 1,8 persen dari pagu Rp 193,8 triliun dan realisasi listrik sebesar Rp 20,07 triliun atau 24,7 persen dari pagu Rp 80,9 triliun.

Kemarin Menteri Keuangan Agus Martowardojo menyatakan fiskal masih baik. "Fiskal memang masih baik, tapi kalau didiamkan, kuartal 3 dan 4 akan ada tekanan," ujarnya.

Hanya saja, Agus menyatakan
dampak dari tekanan krisis global masih akan terasa pada sisi penerimaan. "Sehingga harus ada penyeimbang yakni menjaga dan mengendalikan subsidi energi agar fiskal tetap sehat," katanya.



Komentar-komentar :
1
           1.  Ika andani ( 23212571 )

Realisasi penerimaan negara dapat dirincikan kedalam penerimaan perpajakan, penerimaan bukan pajak lalu di rinci sebagai pajak dalam negri dan pajak perdagangan internasional.lalu dana uang yang telah didapatkan dalam waktu tiga bulan tersebut dikeluarkan lumayan besar untuk pengeluaran anggaran belanja yang masih berasal dari belanja pegawai dan pembayaran utang pemerintah. Serta un tuk realisasi subsidi  dan realisasi BBM  dan realisasi listrik. Jika menurut Mentri keuangan Agus Martowardojo, fiskal masih baik, memang baik tetap jika didiamkan kuartal 3 dan 4 akan ada tekanan. Sdang kebijakan  fiskal sendiri itu adalah kebijakan pemerintah yang ditujukan untuk mempengaruhi jalan atau proses kehidupan ekonomi masyarakat melalui anggaran belanja Negara atau APBN. perubahan-perubahan pada belanja atau penerimaan pajak pemerintahan pusat yang dimaksudkan untuk mencapai penggunaan tenaga kerja-penuh, stabilitas harga, dan laju pertumbuhan ekonomi yang pantas. Serta dampak dari tekanan global masih akan terasa pada sisi penerimaan sehingga harus ada penyeimbang yakni menjaga dan mengendalikan subsidi agar fiskal tetap sehat. Dan neraca APBN tetap tercatat surplus karena devisit. Surplus adalah penerimaan yang melebihi pengeluaran dan defisit adalah pengeluaran lebih banyak dari penerimaan.

2.    Irma Selvyani  ( 28212140 )

Realisasi penerimaan negara selama tiga bulan pertama tahun ini telah mencapai Rp 253,9 T atau sebesar 16,6 persen dari pagu sebesar Rp 1.525,2 T. meski begitu, neraca APBN tetap tercatat surplus karena deficit anggaran dikompensasi dari pencapaian pembiayaan sebesar Rp 36,3 T. Keadaan ini membuktikan bahwa perekonomian Indonesia masih dalam fiscal yang baik seperti yang dinyatakan oleh Menteri Keuangan Agus Martowardojo. Namun, apabila keadaan ini didiamkan kemungkinan pada kuartal 3  dan 4 akan mengalami tekanan yang berdampak dari tekanan krisis global yang masih akan terasa pada sisi penerimaan. Sehingga pada keadaan ini harus ada penyeimbang yaitu dengan menjaga dan mengendalikan subsidi energi agar fiskal tetap sehat dan baik. 

3.    Liberti ( 24212192 )

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1 Januari - 31 Desember). APBN, perubahan APBN, dan pertanggungjawaban APBN setiap tahun ditetapkan dengan Undang-Undang. Penerimaan APBN diperoleh dari berbagai sumber yaitu Penerimaan pajak yang meliputi Pajak Penghasilan (PPh). Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pajak Bumi dan Bangunan(PBB). Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) & Cukai.Pajak lainnya seperti Pajak Perdagangan (bea masuk dan pajak/pungutan ekspor).Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) meliputi Penerimaan dari sumber daya alam. Setoran laba Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Penerimaan bukan pajak lainnya. Serta  menurut Menteri Keuangan Agus Martowardojo menyatakan fiskal masih baik. "Fiskal memang masih baik, tapi kalau didiamkan, kuartal 3 dan 4 akan ada tekanan. Dan menurt agus kemungkinan memang akan terjadi dampak dari tekanan krisis global masih akan terasa dari segi penerimaan, sehigga akan ada pemyeimbang untuk menjaga dan mengendalikan subsidi energi agar fiskal tetap sehat.

4.    Wiwit Tri Chahyani 

Sejatinya, visi atau kehendak pemimpin dalam membangun bangsa akan tercermin pada arah dan tujuan APBN. Sebab, melalui APBN-lah pemimpin bisa merealisasikan konsep-konsep pembangunan yang dicanangkannya, merealisasikan janji-janjinya, serta menunjukan kepedulian kepada kelompok-kelompok warga yang berkekurangan atau miskin. Singkat kata, APBN adalah mesin ekonomi yang mestinya dikendalikan seorang pemimpin untuk mencapai kemajuan bangsa, setahap demi setahap. 
Oleh Karena itu, pemimpin harus terlibat dan mencermati betul proses perencanaan dan perumusan APBN.  Dia harus yakin betul bahwa visinya membangun negara dan rakyat dipahami dan dipatuhi secara konsisten oleh para pembantunya, baik di tingkat maupun di tingkat daerah. Pemahaman dan Kepatuhan yang konsisten itu harus tercermin dari program dan rencana proyek setiap kementerian dan daerah yang tertuang dalam APBN. Artinya, jika pemimpin berkehendak kuat mengurangi jumlah warga miskin, kehendak itu harus tercermin dalam APBN. Lewat APBN pula rakyat bisa membaca ambisi pemimpin membangun dan melengkapi infrastruktur di berbagai daerah; membangun pelabuhan, Bandar udara, rel kereta api (KA) hingga jalan dan irigasi. Apakah pemimpin bersungguh-sungguh memenuhi dan melindungi kebutuhan pokok rakyat pun bisa dibaca dari format APBN.  Akan sangat merepotkan jika pemimpin pasif dan nrimo dalam perencanaan dan perumusan APBN. Kalau pasif. Berarti dia dalam posisi tidak mengendalikan arah dan tujuan APBN. Visinya membangun negara dan rakyat belum tentu terakomodasi dalam APBN. Padahal, prioritas peruntukan atau pemanfaatan kekuatan APBN butuh arahan dan keputusan seorang pemimpin. Kalau arah dan tujuan APBN di luar kendali pemimpin, para pembantunya akan merencanakan dan merumuskan APBN sesuka hati. Risikonya, pemimpin akan kecolongan. Rendahnya pengelolaan anggaran di sejumlah daerah terbilang sangat memprihatinkan. Sebuah kajian menyebutkan bahwa tidak kurang dari 302 daerah berani mengalokasikan 50 persen APBD-nya untuk belanja pegawai. Postur anggaran seperti itu bukan hanya tidak efisien, melainkan sangat tidak sehat. Bahkan tidak berkeadilan. Pihak yang patut dipersalahkan tidak hanya penerima atau pelaksana anggaran, melainkan juga mereka yang menyetujui dan meloloskan postur anggaran seperti itu. Pada akhirnya, yang patut juga untuk dipersoalkan adalah politik anggaran pemerintah. Sebab, yang terlihat adalah APBN yang lebih memrioritaskan pelayanan kepada birokrasi. Sementara perhatian terhadap kepentingan rakyat sangat minim. Maka dari itu pemerintah haruslah bijak dalam merealisasikan belanja negara dan  menjaga agar realisasi penerimaan negara terus meningkat. Selain itu dampak dari krisis global harus di kendalikan agar mencegah terjadinya defisit negara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar