Ethical Governance
I.
Governance
System
Istilah
system pemerintahan adalah kombinasi dari dua kata, yaitu: “sistem” dan
“pemerintah”. Berarti system secara keseluruhan yang terdiri dari beberapa
bagian yang memiliki hubungan fungsional antara bagian-bagian dan hubungan
fungsional dari keseluruhan, sehingga hubungan ini menciptakan ketergantungan
antara bagian-bagian yang terjadi jika satu bagian tidak bekerja dengan baik
akan mempengaruhi keseluruhan. Dan pemerintahan dalam arti luas memiliki
pemahaman bahwa segala sesuatu yang dilakukan dalam menjalankan kesejahteraan
Negara dan kepentingan Negara itu sendiri. Dari pengertian itu, secara harfiah
berarti system pemerintahan sebagai bentuk hubungan antar lembagan egara dalam
melaksanakan kekuasaan Negara untuk kepentingan Negara itu sendiri dalam rangka
mewujudkan kesejahteraan rakyatnya. Menurut Moh. Mahfud MD, adalah pemerintah
Negara bagian system dan mekanisme kerja koordinasi atau hubungan antara tiga
cabang kekuasaan yang legislatif, eksekutif dan yudikatif (Moh. Mahfud MD,
2001: 74). Dengan demikian, dapat disimpulkan system adalah system pemerintahan
Negara dan administrasi hubungan antara lembaga Negara dalam rangka
administrasi negara.
Sesuai dengan kondisi negara masing-masing, sistem ini
dibedakan menjadi :
- Presidensial merupakan sistem pemerintahan negara republik di mana kekuasan eksekutif dipilih melalui pemilu dan terpisah dengan kekuasan legislatif.
- Parlementer merupakan sebuah sistem pemerintahan di mana parlemen memiliki peranan penting dalam pemerintahan. Berbeda dengan sistem presidensiil, di mana sistem parlemen dapat memiliki seorang presiden dan seorang perdana menteri, yang berwenang terhadap jalannya pemerintahan.
- Komunis adalah paham yang merupakan sebagai bentuk reaksi atas perkembangan masyarakat kapitalis yang merupakan cara berpikir masyarakat liberal.
- Demokrasi liberal merupakan sistem politik yang melindungi secara konstitusional hak-hak individu dari kekuasaan pemerintah liberal merupakan sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan dan persamaan hak adalah nilai politik yang utama.
Sistem
pemerintahan mempunyai sistem dan tujuan untuk menjaga suatu kestabilan negara
itu. Namun di beberapa negara sering terjadi tindakan separatisme karena sistem
pemerintahan yang dianggap memberatkan rakyat ataupun merugikan rakyat. Sistem
pemerintahan mempunyai fondasi yang kuat dimana tidak bisa diubah dan menjadi
statis. Jika suatu pemerintahan mempunya sistem pemerintahan yang statis, absolut
maka hal itu akan berlangsung selama-lamanya hingga adanya desakan kaum
minoritas untuk memprotes hal tersebut.
Gambaran
mengenai perusahaan, mencerminkan kepribadian para pimpinannya Budaya etika
adalah perilaku yang etis. Penerapan budaya etika dilakukansecara top-down.
Langkah-langkah penerapan : Penerapan
Budaya
Etika
Corporate Credo : Pernyataan ringkas mengenai nilai-nilai yang dianut dan
ditegakkan perusahaan.
1.
Komitmen
Internal :
a.
Perusahaan
terhadap karyawan
b.
Karyawan
terhadap perusahaan
c.
Karyawan
terhadap karyawan lain.
2. Komitmen Eksternal:
a.
Perusahaan
terhadap pelanggan
b.
Perusahaan
terhadap pemegang saham
c.
Perusahaan
terhadap masyarakat
II.
Budaya
Etika
Pendapat
umum dalam bisnis bahwa perusahaan mencerminkan kepribadian pemimpinnya.
Hubungan antara CEO dengan perusahaan merupakan dasar budaya etika. Jika
perusahaan harus etis, maka manajemen puncak harus etis dalam semua tindakan
dan kata-katanya. Manajemen puncak memimpin dengan memberi contoh. Perilaku ini
adalah budaya etika.
Bagaimana
budaya etika diterapkan? Tugas manajemen puncak adalah memastikan bahwa
konsep etikanya menyebar di seluruh organisasi, melalui semua tingkatan dan
menyentuh semua pegawai. Hal tersebut dicapai melalui metode tiga lapis yaitu:
- Menetapkan credo perusahaan. Merupakan pernyataan ringkas mengenai nilai-nilai etis yang ditegakkan perusahaan, yang diinformasikan kepada orang-orang dan organisasi-organisasi baik di dalam maupun di luar perusahaan.
- Menetapkan program etika. Suatu sistem yang terdiri dari berbagai aktivitas yang dirancang untuk mengarahkan pegawai dalam melaksanakan lapis pertama. Misalnya pertemuan orientasi bagi pegawai baru dan audit etika.
- Menetapkan kode etik perusahaan. Setiap perusahaan memiliki kode etiknya masing-masing. Kadang-kadang kode etik tersebut diadaptasi dari kode etik industri tertentu.
III.
Mengembangkan
Etika Struktur Korporasi
Membangun
entitas korporasi dan menetapkan sasarannya. Pada saat itulah perlu
prinsip-prinsip moral etika ke dalam kegiatan bisnis secara keseluruhan
diterapkan, baik dalam entitas korporasi, menetapkan sasaran bisnis, membangun
jaringan dengan para pihak yang berkepentingan (stakeholders) maupun
dalam proses pengembangan diri para pelaku bisnis sendiri. Penerapan ini
diharapkan etika dapat menjadi “hati nurani” dalam proses bisnis sehingga
diperoleh suatu kegiatan bisnis yang beretika dan mempunyai hati, tidak hanya
sekadar mencari untung belaka, tetapi juga peduli terhadap lingkungan hidup,
masyarakat, dan para pihak yang berkepentingan (stakeholders).
Semangat untuk mewujudkan Good
Corporate Governance memang telah dimulai di Indonesia, baik di kalangan
akademisi maupun praktisi baik di sektor swasta maupun pemerintah. Berbagai
perangkat pendukung terbentuknya suatu organisasi yang memiliki tata kelola
yang baik sudah di stimulasi oleh Pemerintah melalui UU Perseroan, UU
Perbankan, UU Pasar Modal, Standar Akuntansi, Komite Pemantau Persaingan Usaha,
Komite Corporate Governance, dan sebagainya yang pada prinsipnya adalah membuat
suatu aturan agar tujuan perusahaan dapat dicapai melalui suatu mekanisme tata
kelola secara baik oleh jajaran dewan komisaris, dewan direksi dan tim
manajemennya. Pembentukan beberapa perangkat struktural perusahaan seperti
komisaris independen, komite audit, komite remunerasi, komite risiko, dan
sekretaris perusahaan adalah langkah yang tepat untuk meningkatkan efektivitas
“Board Governance”.
Dengan adanya kewajiban perusahaan
untuk membentuk komite audit, maka dewan komisaris dapat secara maksimal
melakukan pengendalian dan pengarahan kepada dewan direksi untuk bekerja sesuai
dengan tujuan organisasi. Sementara itu, sekretaris perusahaan merupakan
struktur pembantu dewan direksi untuk menyikapi berbagai tuntutan atau harapan
dari berbagai pihak eksternal perusahaan seperti investor agar supaya
pencapaian tujuan perusahaan tidak terganggu baik dalam perspektif waktu
pencapaian tujuan ataupun kualitas target yang ingin dicapai. Meskipun belum
maksimal, Uji Kelayakan dan Kemampuan (fit and proper test) yang dilakukan oleh
pemerintah untuk memilih top pimpinan suatu perusahaan BUMN adalah bagian yang
tak terpisahkan dari kebutuhan untuk membangun “Board Governance” yang baik
sehingga implementasi Good Corporate Governance akan menjadi lebih mudah dan
cepat.
1. Pengertian GCG
Mencuatnya skandal keuangan yang
melibatkan perusahaan besar seperti Enron, WorldCom, Tyco, Global Crossing dan
yang terakhir AOL-Warner, menuntut peningkatan kualitas Good Corporate
Governance (GCG), Soegiharto (2005:38) dalam Pratolo (2007:7). Istilah GCG
secara luas telah dikenal dalam dunia usaha. Berikut ini adalah beberapa
pengertian GCG :
a.
Menurut
Hirata (2003) dalam Pratolo (2007:8),
pengertian “CG yaitu hubungan antara perusahaan dengan pihak-pihak
terkait yang terdiri atas pemegang saham, karyawan, kreditur, pesaing, pelanggan,
dan lain-lain. CG merupakan mekanisme pengecekan dan pemantauan perilaku
manejemen puncak”.
b.
Menurut
Pratolo (2007:8), “GCG adalah suatu sistem yang ada pada suatu organisasi yang
memiliki tujuan untuk mencapai kinerja organisasi semaksimal mungkin dengan
cara-cara yang tidak merugikan stakeholder organisasi tersebut”.
c.
Tanri
Abeng dalam Tjager (2003:iii) menyatakan bahwa “CG merupakan pilar utama
fondasi korporasi untuk tumbuh dan berkembang dalam era persaingan global,
sekaligus sebagai prasyarat berfungsinya corporate leadership yang efektif”.
d.
Zaini
dalam Tjager (2003:iv) menambahkan bahwa “CG sebagai sebuah governance system
diharapkan dapat menumbuhkan keyakinan investor terhadap korporasi melalui
mekanisme control and balance antar berbagai organ dalam korporasi, terutama
antara.
Dewan Komisiaris dan Dewan Direksi”.
Secara sederhananya, CG diartikan sebagai suatu sistem yang berfungsi untuk
mengarahkan dan mengendalikan organisasi.
2. Prinsip-prinsip dan Manfaat GCG
Prinsip-prinsip GCG merupakan
kaedah, norma ataupun pedoman korporasi yang diperlukan dalam sistem
pengelolaan BUMN yang sehat. Berikut ini adalah prinsip-prinsip GCG yang
dimaksudkan dalam Keputusan Menteri BUMN Nomor: Kep-117/M-MBU/2002 tentang
penerapan praktek GCG pada BUMN.
a. Transparansi
keterbukaan
dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam
mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan. Contohnya
mengemukakan informasi target produksi yang akan dicapai dalam rencana kerja
dalam tahun mendatang, pencapaian laba.
b. Kemandirian
suatu
keadaan di mana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan
kepentingan dan pengaruh/ tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang
sehat. Misalnya pada perusahaan ini sedang membangun pabrik, tetapi limbahnya
tidak bertentangan dengan UU lingkungan yg dapat merugikan piha lain.
c. Akuntabilitas
kejelasan
fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban organ sehingga pengelolaan perusahaan
terlaksana secara efektif. Misalnya seluruh pelaku bisnis baik individu maupun
kelompok tidak boleh bekerja asal jadi, setengah-setengah atau asal cukup saja,
tetapi harus selalu berupaya menyelesaikan tugas dan kewajibannya dengan hasil
yang bermutu tinggi.
d. Pertanggungjawaban
kesesuaian
di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Contohnya dalam hal ini
Komisaris, Direksi, dan jajaran manajemennya dalam menjalankan kegiatan operasi
perusahaan harus sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan.
e. Kewajaran (fairness)
keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak
stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Misalnya memperlakukan rekanan sebagai mitra, memberi perlakuan
yang sama terhadap semua rekanan, memberikan pelayanan yang terbaik bagi
pelanggan/pembeli, dan sebagainya.
IV.
Kode
Perilaku korporasi
Code of
Conduct adalah pedoman internal perusahaan yang berisikan Sistem Nilai, Etika
Bisnis, Etika Kerja, Komitmen, serta penegakan terhadap peraturan-peraturan
perusahaan bagi individu dalam menjalankan bisnis, dan aktivitas lainnya serta
berinteraksi dengan stakeholders. Salah satu contoh perusahaan yang menerapkan kode
perilaku korporasi (corporate code of conduct) adalah sebagai berikut:
Sosialisasi
dan Workshop. Kegiatan sosialisasi terutama untuk para pejabat telah
dilaksanakan dengan harapan bahwa seluruh karyawan PT NINDYA KARYA (Persero)
mengetahui & menyadari tentang adanya ketentuan yang mengatur kegiatan pada
level Manajemen keatas berdasarkan dokumen yang telah didistribusikan, baik di
Kantor Pusat, Divisi maupun ke seluruh Wilayah.
Melakukan
evaluasi tahap awal (Diagnostic Assessment) dan penyusunan pedoman-pedoman.
Pedoman Good Corporate Governance disusun dengan bimbingan dari Tim BPKP dan
telah diresmikan pada tanggal 30 Mei 2005.
Adapun Prinsip-prinsip Good Corporate
Governance di PT NINDYA KARYA (Persero) adalah sebagai berikut :
- Pengambilan Keputusan bersumber dari budaya perusahaan, etika, nilai, sistem, tata kerja korporat, kebijakan dan struktur organisasi.
- Mendorong untuk pengembangan perusahaan, pengelolaan sumber daya secara efektif dan efisien.
- Mendorong dan mendukung pertanggungjawaban perusahaan kepada pemegang saham dan stake holder lainnya.
Dalam
mengimplementasikan Good Corporate Governance, diperlukan instrumen-instrumen
yang menunjang, yaitu sebagai berikut:
- Code of Corporate Governance (Pedoman Tata Kelola Perusahaan), pedoman dalam interaksi antar organ Perusahaan maupun stakeholder lainnya.
- Code of Conduct (Pedoman Perilaku Etis), pedoman dalam menciptakan hubungan kerjasama yang harmonis antara Perusahaan dengan Karyawannya.
- Board Manual, Panduan bagi Komisaris dan Direksi yang mencakup Keanggotaan, Tugas, Kewajiban, Wewenang serta Hak, Rapat Dewan, Hubungan Kerja antara Komisaris dengan Direksi serta panduan Operasional Best Practice.
- Sistim Manajemen Risiko, mencakup Prinsip-prinsip tentang Manajemen Risiko dan Implementasinya.
- An Auditing Committee Contract – arranges the Organization and Management of the Auditing Committee along with its Scope of Work.
- Piagam Komite Audit, mengatur tentang Organisasi dan Tata Laksana Komite Audit serta Ruang Lingkup Tugas.
V.
Evaluasi
terhadap Kode Perilaku Korporasi
Evaluasi
terhadap kode perilaku korporasi dapat dilakukan dengan evaluasi tahap awal
(Diagnostic Assessment) dan penyusunan pedoman-pedoman. Pedoman Good Corporate
Governance disusun dengan bimbingan dari Tim BPKP dan telah diresmikan pada
tanggal 30 Mei 2005.
Kasus PT Muzatek Jaya
2004
Kasus
pelanggaran atas Standar Profesional Akuntan Publik, muncul kembali. Menteri
Keuangan langsung memberikan sanksi pembekuan.
Menkeu
Sri Mulyani telah membekukan ijin AP (Akuntan Publik) Drs Petrus M. Winata dari
KAP Drs. Mitra Winata dan Rekan selama 2 tahun yang terhitung sejak 15 Marit
2007, Kepala Biro Hubungan Masyaraket Dep. Keuangan, Samsuar Said saat siaran
pers pada Selasa (27/3), menerangkan sanksi pembekuan dilakukan karena AP tersebut
melakukan suatu pelanggaran atas SPAP (Standar Profesional Akuntan
Publik).
Pelanggaran
tersebut berkaitan dengan pelaksanaan pemeriksaan audit terhadap Laporan
Keuangan PT. Muzatek Jaya pada tahun buku 31 December 2004 yang dijalankan oleh
Petrus. Dan selain itu Petrus juga melakukan pelanggaran terhadap pembatasan
dalam penugasan audit yaitu Petrus malaksanakan audit umum terhadap Lap.
keuangan PT. Muzatek Jaya dan PT. Luhur Arta Kencana serta kepada Apartement
Nuansa Hijau mulai tahun buku 2001. hingga tahun 2004.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar